Ini bagian kedua dari perbincangan yang agak serius dengan Abdul Madjid. Di luar transkrip ini, sebenarnya banyak sekali berseliweran kisah menarik, utamanya persinggungan dia dengan Bung Karno, semasa dia aktif di PNI. Bahkan, ia juga menyinggung persinggungannya dengan putra-putri Bung Karno. Termasuk kisah ia didamprat Megawati Soekarnoputri, terkait amandemen UUD 1945.
Baiklah, kisah itu menjadi bahan posting di lain kesempatan. Sekarang, kita tuntaskan dulu perbincangan dengan Abdul Madjid tentang konstitusi, tentang masa depan bangsa….
Satu lagi, apakah arti DPR dan Parlemen menurt konteks UUD kita…
Yaaa… pada dasarnya DPR dan Parlemen itu sama. DPR itu Dewan Perwakilan Rakyat. Sedangkan Parlemen itu juga suatu perwakilan rakyat. Cuma, parlemen itu tukang bicara, diambil dari kata “parle” bicara.
Siapa pemegang hakikat kekuasaan dalam suatu negara, khususnya di Indonesia?
Sekarang kan kekuasaan terbagi-bagi, ada eksekutif, ada legislatif, ada pula kekuasaan pengawasan. Cuma sekarang itu, amandemen dibikin, tetapi yang bikin amandemen tidak konsekuen. Artinya begini. Anda sarjana hukum, anda wartawan, punya logika. Saya menyatakan, semua Undang Udang di Indonesia ini tidak sah.
Dasarnya, amandemen pertama itu mengubah. Perubahan yang hebat. Dulu yang membikin UU itu Presiden, dengan disetujui oleh DPR. Amandemen pertama, siapa yang membikin UU? DPR dengan syarat draft UU dibicarakan bersama Presiden untuk mendapatkan mufakat. Sekarang coba baca. Waktu Presiden berkuasa, kepala UU selalu menyebutkan, Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Presiden Republik Indonesia, menimbang, memperhatikan, menetapkan, memutuskan….
Sekarang bunyinya pun sama. Begitu juga. Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Presiden Republik Indonesia… dst. Apa itu sah? Jadi sekarang kalau melihat bunyinya, UU itu dibuat oleh Presiden. Ada UU Nomor 20 tahun 2004 itu menetapkan, jadi setelah amandemen, UU itu menetapkan kalau mau membentuk UU itu harus benar. Setelah frase Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, harus diikuti nama lembaga yang berwenang membuat UU.
Sedangkan yang terjadi sekarang, setelah frase Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, dikuti kalimat Presiden Republik Indonesia, padahal presiden tidak berwenang membuat Undang Undang. Nah, apakah UU itu sah? Tidak, sebab sudah menyalahi. Dan itu artinya, semua produk UU itu dapat dibatalkan dan atau batal demi hukum. Itu bunyi UU. Anehnya, tidak ada yang protes. DPR sendiri yang membuat UU, tidak “ngeh”.
Apa pendapat Pak Madjid tentang amandemen UUD 1945?
Mestinya tidak sah. Karena Dekrit Presiden tidak pernah dibatalkan.
Apa yang pak Madjid ketahui tentang keterlibatan lembaga asing?
Saya membaca bukunya pak A.S.S. Tambunan. Jelas tertulis, bahwa NDI (National Democratic Institute) terlibat. Dan NDI itu arahnya adalah democratic reform dan constitutional reform. Pak Tambunan menulis itu. Bahwa ada keterlibatan asing dalam proses amandemen konstitusi kita oleh MPR RI periode 1999 – 2004. Di panitia ad hoc selalu ada orang asingnya untuk mengamat-amati. Saya baca buku pak Tambunan, jelas dikatakan ini misi asing, misi Amerika Serikat.
Dia tulis di buku. Buku itu sendiri tersebar luas. NDI dalam hal ini tidak pernah menggugat atau memprotes dan menolak. Dan kalau Tambunan bersalah atau menulis fakta yang tidak benar, kan dia bisa digugat dan dituntut secara hukum. Akan tetapi faktanya tidak ada gugatan dan tuntutan dari mana pun, termasuk NDI. Karena itu kesimpulan saya, pak Tambunan benar. (roso daras)
sumber : https://rosodaras.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar