Melihat kecepatan internet yang bisa didapat di Korea Selatan sebesar 24
Mbps, pasti banyak yang iri. Jangankan dengan Korsel, dibandingkan
dengan Singapura saja, internet Indonesia masih keteteran.
Memang sah-sah saja untuk iri dan menggerutu. Namun perlu dilihat juga permasalahan yang dihadapi, tiap negara punya kondisi berbeda.
Terkait internet Indonesia yang masih lelet, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) punya alasan tersendiri.
Menurut Sammy Pangerapan, Ketua Umum APJII, secara umum ada tiga hal yang jadi penyebab internet lelet ini.
Pertama adalah soal penyebaran. Sammy memaparkan, penetrasi internet di Indonesia secara rata-rata masih berada di angka 28%. Sudah bisa ditebak, paling tinggi terjadi di Jakarta dengan 42% dan Yogjakarta 36%. Namun penetrasi ini tidak merata.
"Ini sudah menjadi satu permasalahan, padahal target kita itu (penetrasi) di atas 50%," kata Sammy, Jumat (3/10/2014).
Kedua, soal kapasitas. Menurut data yang dimiliki APJII, Indonesia pada akhir tahun 2013 punya 71,19 juta pengguna internet. Di mana 65% di antaranya berasal dari pengguna seluler.
Berarti harus ada strategi khusus untuk meningkatkan kecepatan internet di seluler. Karena kalau seluler dibenahi, kontribusinya itu sudah di atas 60%," kata Sammy.
Hanya saja, pembenahan kecepatan internet di industri seluler tak bisa dilakukan dalam sekejap. Pasalnya, ada isu soal spektrum frekuensi di sini.
"Masalah di seluler itu di spektrum, harus di-upgrade. Kapasitasnya kalau di luar negeri itu minimal mendapat 30 MHz, namun di Indonesia jauh dari itu," lanjutnya.
Alhasil, pilihan untuk memangkas jumlah operator patut dipikirkan sehingga kue frekuensi yang dibagikan jadi lebih besar ke tiap operator.
"Sehingga ada efisiensi jaringan di sini. Ketimbang punya banyak operator lebih kapasitasnya yang ditambah," Sammy menegaskan.
Ketiga adalah soal pembangunan infrastruktur. Jika dilihat di Korea Selatan yang selalu didaulat sebagai negara dengan internet paling cepat, pengguna di Negeri Ginseng banyak yang memanfaatkan jaringan kabel yang masuk ke rumah-rumah.
Berbanding terbalik dengan Indonesia, di mana pembangunan infrastruktur kabel mengalami stagnasi, dan masih rendah pula.
"Saya baru mendengar bahwa Telkom ingin membangun 17 juta satuan sambungan kabel baru ke rumah-rumah pada tahun 2017. Itu juga harus ditingkatkan sehingga dapat meningkatkan kecepatan internet," Sammy mengungkapkan.
Dan secara nasional, ini juga harus didukung oleh program pemerintah yang sudah mandek, yakni Palapa Ring.
Palapa Ring menjadi salah satu proyek yang dicanangkan pemerintah lewat Indonesia Broadband Plan (IBP) yang membutuhkan anggaran Rp 278 triliun. Sementara itu, khusus untuk pembangunan serat optik Palapa Ring diprediksi membutuhkan anggaran Rp 14 triliun.
Saat ini tender Palapa Ring sudah memasuki jilid dua. Namun lantaran dengan berakhirnya masa jabatan Tifatul Sembiring sebagai menkominfo, pelaksanaan tender yang rencananya akan dilakukan pada Juli-September tahun ini dipastikan mundur hingga 2015.
Proyek Palapa Ring jilid dua merupakan salah satu bagian dari program USO yang diusulkan Kementerian Kominfo. Program ini diperkirakan akan menelan anggaran Rp 2,83 triliun dari dana USO yang akan dilakukan dalam multiyears. Untuk tahun pertama, anggaran yang dikeluarkan Rp 150 miliar.
"Jadi kalau ketiga hal itu bisa dikejar, maka internet Indonesia bisa lebih ngebut lagi," pungkas Sammy.
Memang sah-sah saja untuk iri dan menggerutu. Namun perlu dilihat juga permasalahan yang dihadapi, tiap negara punya kondisi berbeda.
Terkait internet Indonesia yang masih lelet, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) punya alasan tersendiri.
Menurut Sammy Pangerapan, Ketua Umum APJII, secara umum ada tiga hal yang jadi penyebab internet lelet ini.
Pertama adalah soal penyebaran. Sammy memaparkan, penetrasi internet di Indonesia secara rata-rata masih berada di angka 28%. Sudah bisa ditebak, paling tinggi terjadi di Jakarta dengan 42% dan Yogjakarta 36%. Namun penetrasi ini tidak merata.
"Ini sudah menjadi satu permasalahan, padahal target kita itu (penetrasi) di atas 50%," kata Sammy, Jumat (3/10/2014).
Kedua, soal kapasitas. Menurut data yang dimiliki APJII, Indonesia pada akhir tahun 2013 punya 71,19 juta pengguna internet. Di mana 65% di antaranya berasal dari pengguna seluler.
Berarti harus ada strategi khusus untuk meningkatkan kecepatan internet di seluler. Karena kalau seluler dibenahi, kontribusinya itu sudah di atas 60%," kata Sammy.
Hanya saja, pembenahan kecepatan internet di industri seluler tak bisa dilakukan dalam sekejap. Pasalnya, ada isu soal spektrum frekuensi di sini.
"Masalah di seluler itu di spektrum, harus di-upgrade. Kapasitasnya kalau di luar negeri itu minimal mendapat 30 MHz, namun di Indonesia jauh dari itu," lanjutnya.
Alhasil, pilihan untuk memangkas jumlah operator patut dipikirkan sehingga kue frekuensi yang dibagikan jadi lebih besar ke tiap operator.
"Sehingga ada efisiensi jaringan di sini. Ketimbang punya banyak operator lebih kapasitasnya yang ditambah," Sammy menegaskan.
Ketiga adalah soal pembangunan infrastruktur. Jika dilihat di Korea Selatan yang selalu didaulat sebagai negara dengan internet paling cepat, pengguna di Negeri Ginseng banyak yang memanfaatkan jaringan kabel yang masuk ke rumah-rumah.
Berbanding terbalik dengan Indonesia, di mana pembangunan infrastruktur kabel mengalami stagnasi, dan masih rendah pula.
"Saya baru mendengar bahwa Telkom ingin membangun 17 juta satuan sambungan kabel baru ke rumah-rumah pada tahun 2017. Itu juga harus ditingkatkan sehingga dapat meningkatkan kecepatan internet," Sammy mengungkapkan.
Dan secara nasional, ini juga harus didukung oleh program pemerintah yang sudah mandek, yakni Palapa Ring.
Palapa Ring menjadi salah satu proyek yang dicanangkan pemerintah lewat Indonesia Broadband Plan (IBP) yang membutuhkan anggaran Rp 278 triliun. Sementara itu, khusus untuk pembangunan serat optik Palapa Ring diprediksi membutuhkan anggaran Rp 14 triliun.
Saat ini tender Palapa Ring sudah memasuki jilid dua. Namun lantaran dengan berakhirnya masa jabatan Tifatul Sembiring sebagai menkominfo, pelaksanaan tender yang rencananya akan dilakukan pada Juli-September tahun ini dipastikan mundur hingga 2015.
Proyek Palapa Ring jilid dua merupakan salah satu bagian dari program USO yang diusulkan Kementerian Kominfo. Program ini diperkirakan akan menelan anggaran Rp 2,83 triliun dari dana USO yang akan dilakukan dalam multiyears. Untuk tahun pertama, anggaran yang dikeluarkan Rp 150 miliar.
"Jadi kalau ketiga hal itu bisa dikejar, maka internet Indonesia bisa lebih ngebut lagi," pungkas Sammy.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar