Senin, 18 Juni 2012

Plesiran di Batavia Tempo Doeloe


Hotel des Indes
Suasana di depan Hotel des Indes 1910 (Foto koleksi Tropenmuseum of the Royal Tropical Institute)

Welrevreden adalah kota baru di pinggiran Batavia yang dibangun oleh penguasa Belanda pada pertengahan abad ke-17 sebagai “tempat berteduh”. Di kawasan ini banyak dibangun rumah-rumah peristirahatan dan taman-taman besar, seperti Waterloo Plein (kini Lapangan Banteng), Wilhelmina Park (kini Masjid Istiqlal) dan Koningsplein (kawasan Monas).  Lingkungannya yang lebih sehat ketimbang daerah bisnis dan pemerintahan menjadikannya tempat favorit bagi turis-turis asing yang berkunjung ke Batavia.

Karena sering didatangi turis, Weltevreden memiliki banyak hotel. Di sana ada Hotel des Indes (baca Hotel des Indes Ikon Batavia), Hotel der Nederlanden, Grand Hotel  de Java, dan lain-lain.  Kamar-kamarnya luas dan berplafon tinggi. Ranjangnya besar dan ditutupi kelambu anti nyamuk. Kamar mandinya mengikuti kebiasaan lokal, sehingga pelancong Eropa harus membiasakan diri menyiram tubuh mereka dengan air dari bak penampung dengan menggunakan gayung.  Ongkos menginap di hotel-hotel ini terbilang murah, yaitu sekitar 5-6 gulden per malam (tarif 1900-an).  Harga segitu biasanya sudah termasuk makan tiga kali.
Apa yang dilakukan para turis itu selama mengunjungi Batavia? Tentu saja jalan-jalan keliling kota…
Menurut buku Guide through Netherlands India (1903), ada beberapa rute wisata yang biasa diambil oleh para pelancong.  Jika ingin menikmati arsitektur bangunan-bangunan tua, mereka bisa naik trem uap pada pukul 6 pagi ke arah kota lama. Sampai di terminal akhir, mereka bisa berjalan kaki menuju Kleine Boom, pos pabean dekat pelabuhan, melalui gerbang tua kastil Batavia. Di sana mereka bisa melihat “senjata besar” (Meriam Si Jagur) yang berada di bawah pohon dan dipercaya penduduk setempat dapat meningkatkan kesuburan wanita. Dari sana mereka bisa mendatangi Pasar Ikan yang tak jauh letaknya dari masjid Loear Batang. Melewati jembatan angkat buatan Belanda, mereka dapat menyusuri jalan Kali Besar yang salah satu sisinya dinaungi pohon-pohon besar. Di sana mereka bisa melihat rumah-rumah peninggalan kaum ningrat Belanda. Menyusuri kawasan pecinan, mereka seperti diingatkan pada kota Venisia di Italia yang dipenuhi kanal. Dari sana para pelancong dapat melihat aktivitas para pedagang Tionghoa hingga ke daerah Glodok. Jika puas berjalan-jalan, mereka bisa naik trem dari sana untuk kembali ke hotel dan menikmati sarapan.
Jika ingin menikmati kawasan Weltevreden, mereka bisa menggunakan dos-a-dos (sado) ke arah Noordwijk dan Rijswijk melewati jalan di belakang Istana Gubernur Jenderal (kini Istana Merdeka). Menyusuri Waterloo Plein, mereka bisa melihat tangsi-tangsi militer, gereja Katolik Roma yang cantik dan monumen Jenderal Michiels. Melalui Willemslaan, mereka bisa meneruskan perjalanan ke sisi utara, barat dan selatan Koningsplein, melewati depan Istana, museum Batavian Society dan Physical Society, dan kediaman tuan residen. Dari situ, pelancong bisa terus ke arah Prapatan, Kwitang, Kramat dan Salemba, lalu belok ke kanan melalui jembatan Matraman menuju Pegangsaan, yang dipenuhi vila-vila milik orang Inggris, dan Tjikini, dimana terdapat sebuah kebun binatang. Mereka dapat melanjutkan perjalanan ke Menteng, Kebon Sirih yang diteduhi pepohonan, terus ke Djati Bahroe, melewati kuburan Eropa di Tanah Abang, berbelanja di Rijswijk, lalu kembali ke hotel.
Rute lain yang lebih singkat adalah ke Meester-Cornelis (Jatinegara) dengan menumpang trem ke arah selatan. Sampai di terminal terakhir, pelancong bisa berjalan-jalan di bawah kerimbunan pohon di jalan besar menuju Bidara Tjina, lalu kembali ke terminal untuk menumpang trem dan kembali ke hotel.
Jika ingin bepergian agak jauh, turis bisa berangkat pukul 6-6.45 pagi ke stasiun Koningsplein (Gambir) dan membeli tiket kereta ke arah Depok. Perjalanan ke sana menghabiskan waktu sekitar tiga perempat jam. Di daerah ini mereka bisa mengunjungi kampung kecil yang dihuni pribumi keturunan Cornelis Chastelein yang terkenal dengan sebutan “Belanda Depok” (?). Puas berjalan-jalan di sana, mereka kembali ke Weltevreden dengan menumpang kereta lagi. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar